Ayatusyaithon Khoemini pemimpin Syiah di Iran pernah pula membuat maklumat yang isinya
“Barangsiapa yang dapat membawa kepala Ihsan (Syaikh Ihsan Ilahi Zahier) niscaya ia akan mendapatkan 200 ribu dolar”.
............
Menelusuri
Jejak atsar dari Ulama Pakistan...
Seorang Mujahid Pembela
Kemurnian Islam...
Seorang Murid Kesayangan Syaikh Bin Baz...
Sang
Legenda dari Pakistan....
Dialah Syaikh Dr. Ihsan Ilahi
Zahir
Nama dan nasab beliau,
Ihsan
Ilahi Zhahir bin Zhuhur Ilahi bin Ahmduddin bin Nizhamuddin.
Dalam sebuah wawancara, salah seorang saudara beliau yang bernama
Syaikh Fadhl Ilahi menjelaskan bahwa Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir lahir
pada tahun 1940 di kota Siyalkut. Yaitu sebuah kota tua di Pakistan,
di sebelah utara kota Propinsi Punjab. Kota ini terkenal dengan
kelahiran tokoh-tokoh dan ulama. Dan lingkungan yang sangat subur
dengan ulama, tentu sangat kondusif bagi perkembangan seorang anak.
Demikian juga dengan keberadaan Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir disana.
Keluarga besarnya sangat populer dengan perniagaan berbagai macam
kain. Ketinggian tingkat keilmuan dan semangat juang untuk membela
agama serta kelimpahan harta benda juga menjadi penghias yang melekat
pada keluarga besarnya.
Ayahnya seorang pedagang kain
yang terkenal dengan amanahnya, dan juga termasuk orang yang mencintai
ulama dan giat mendakwahkan aqidah salaf, dengan menyibukkan diri
berceramah di beberapa masjid. Ia telah memilihkan jalan bagi
anak-anaknya agar menjadi para penyeru (da’i) di jalan Allah. Oleh
karena itu, ia sangat memperhatikan proses pendidikan anak-anaknya
dengan baik.
Sang ayah semenjak dini meminta Syaikh Ihsan
Ilahi Zhahir agar menghabiskan waktunya untuk senang mencari ilmu
agama, jangan memikirkan mata pencaharian dahulu. Bahkan semua anggota
keluarganya pun mempunyai pemikiran yang sama, mendukung Syaikh Ihsan
Ilahi Zhahir agar secara sungguh-sungguh mencurahkan thalabul
ilmi dan berdakwah, meskipun yang menjadi taruhannya adalah harta.
Bukti
keseriusan ayahnya nampak yaitu tatkala Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir
masih di bangku sekolah dasar. Kendatipun pihak sekolah sudah
memberikan jatah snack bagi para siswanya, namun beliau malah melarang
anaknya untuk memakannya. Sebagai gantinya, sang ayah membawakan
makanan, jus dan susu. Sebab menurutnya, hal itu lebih bermanfaat bagi
fisiknya daripada makanan sekolah. Bahkan tidak sampai disitu, sang
ayahpun tidak segan-segan untuk memijit anaknya dengan olesan minyak
agar fisik anaknya tersebut menjadi sehat. Apalagi dengan kebutuhan
primer sekolah lainnya seperti buku-buku pelajaran, juga tidak luput
dari perhatian keluarganya. Segala daya upaya diusahakan agar sang anak
dapat belajar dengan nyaman.
Ibunya juga mempunyai
orientasi dan komitmen yang jelas dalam mendidik anaknya diatas manhaj
salaf. Dia seorang wanita yang tekun beribadah, bershaum sehingga
menurunkan pengaruh besar pada pembentukan kepribadian anak-anaknya.
Tidak terkecuai pula pada diri Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir.
KECERDASANNYA....
Semenjak
kecil, Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir sudah terkenal dengan kecerdasannya.
Demikian juga kecintaannya terhadap ilmu. Para ulama semakin
mendukungnya untuk dapat mendulang ilmu yang banyak. Semenjak
usia 9 tahun, Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir kecil sudah menghafal
al-Qur'an. Di tempatnya belajar, yaitu Madrasah
asy-Syihabiyah, menuntaskan pendidikan dasar dan menengahnya, para
dewan guru sangat mengaguminya.
Setelah itu, beliau
memperdalam ilmu-ilmu agama di Jami’ah Muhammadiyah, salah satu
Universitas Salafiyyah terbesar di Pakistan. Beliau menyelesaikan
studinya di universitas yang berlokasi di Faishal Abad tersebut pada
tahun 1961. setelah itu, berguru kepada seorang pakar hadits yang
bernama Syaikh Muhammad al-Jandalwi. Kemudian pada tahun 1963, ia
berkesempatan untuk menimba ilmu di kota Rasul, Madinah, tepatnya di
Jami’ah Islamiyyah. Ulama-ulama besar berhasil ditemuinya untuk
dijadikan rujukan ilmiah.
Tentang ketekunannya saat
berada di bangku Jami’ah Islamiyyah, Dr. Luqman as-Salafi, teman
sekelasnya menceritakan,
“Aku telah mengenal mujahid ini yang nyawanya dikorbankan di jalan Allah sejak 25 tahun yang lalu, tatkala kami duduk berdampingan di bangku kuliah Universitas Islam Madinah pada tahun enampuluhan. Aku dapati ia sebagai seorang mahasiswa yang cerdas, pintar, kemampuannya diatas kawan-kawannya dalam mata kuliah, penelitian dan diskusi. Mempunyai hafalan ribuan hadits. Saat jam istirahat, is selalu mengikuti pakar hadits abad ini (yaitu) Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani. Ia biasa bersama beliau di halaman kampus, meskipun harus duduk diatas pasir (tanah) untuk melontarkan pertanyaan seputar hadits, ilmu mushthalah. Di Madinah, tepatnya di fakultas Syariah, ia menuntaskannya dalam kurun waktu empat tahun dengan predikat summa cumlaude pada tahun 1967, dengan menempati rangking pertama untuk angkatan ketiga. Pihak kampus akhirnya menawarinya untuk menjadi staf pengajar namun ia menjawab, “Sesungguhnya negeriku lebih membutuhkanku”.
Sesampainya
di kampung halaman untuk memulai dakwah, ia mencermati bahwa
masyarakatnya kurang menghargai ilmu agama. Dan menurut mereka, orang
yang disebut ulama tidak mempunyai kemampuan untuk meresapi apa yang
mereka sebut sebagai “ilmu-ilmu modern”. Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir ingin
membalikkan asumsi mereka. Dengan ketekunannya, akhirnya ia mampu
mengantongi berbagai gelar master pada ilmu-ilmu bahasa Arab, bahasa
Persia, bahasa Urdu dan Inggris, master dalam hukum dan politik.
Sebenarnya
kitab-kitab yang ia tulis sudah jelas menggambarkan komitmennya
kepada manhaj salaf. Namun ada baiknya kita melihat selintas tentang
akidahnya melalui penuturannya sendiri, “Tidak ada barometer untuk
mengetahui kejujuran dari kedustaan, kebenarana dari kebatilan,
kebaikan dari kejelekan, kebaikan dari keburukan kecuali al-Kitab
(al-Qur'an) dan as-Sunnah. Setiap pendapat yang bertentangan dengan
firman Allah dan setiap tindakan yang berlawanan dengan praktek
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam maka harus ditinggalkan lagi
tertolak, tidak perlu diperhatikan ataupun dilirik, baik muncul dari
tokoh besar, orang kecil, orang bertakwa ataupun manusia celaka.
Sebab, kaum mukminin tidak terikat dengan individu dan pemikiran
mereka, justru mereka itu diperintahkan untuk mengikuti Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah “1.
Diantara ulama besar yang
pernah memoles beliau sebelum bertolak ke Madinah ialah Syaikh
Muhammad al-Jandalwi, Abul Barakat Ahmad bin Isma’il; keduanya dikenal
sebagai pakar hadits. Sesampainya di Madinah, ia sempat berguru
kepada Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Syaikh
Abdul Muhsin al-‘Abbad, Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithy (penulis
tafsir adhwau al Bayan), Syaikh ‘Athiyyah Muhammad Salim,
Syaikh Hammad al-Anshari, Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dan
lain-lain.
Sejak menjadi mahasiswa di Jami’ah Islamiyyah
Madinah, Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir mempunyai kegemaran menulis. Hasil
karyanya yang pertama yaitu kitab al-Qadiyaniyah2 yang
sebelumnya berbentuk tulisan-tulisan berseri yang diterbitkan oleh
majalah Hadharah al-Islam. Majalah ini biasa menjadi tempat
ulama dan penulis besar untuk menggoreskan tintanya.
Ada
beberapa ciri khas pada gaya penulisan Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir dalam
buku-buku yang ditulisnya, yang jarang ditemukan pada penulisan di
abad sekarang.
> Penyanggahan firqah dan pemikirannya melalui pernyataan
dan referensi asli mereka. Kutipan-kutipannya selalu dari
kitab-kitab standar mereka atau perkataan yang keluar dari pernyataan
tokoh-tokohnya.
> Usaha komparasi dan
penelusuran akar bid’ah pada agama lain. Kajian-kajiannya
tentang golongan-golongan dalam Islam diikuti dengan perbandingan
unsur-unsur kesamaan dengan agama dan golongan-golongan lainnya.
Misalnya, ia membandingkan kemiripan antara Syi’ah dengan Sufiyah,
tasawwuf dengan ritual yang ada di agama Nashara.
Syaikh Ihsan
Ilahi Zhahir mengatakan, “Kami tidak merasa cukup dengan
membawakan nash dari kitab Sufiyah, tetapi kami juga menyertakan nash
yang mirip yang berasal dari agama-agama selain Islam3
oleh Andi Priyatno
>
Menghimpun semua pernyataan, tidak cukup dengan satu saja.
Ini merupakan usaha yang paling sulit. Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir
membawakan berbagai riwayat supaya mendapatkan kekuatan berhujjah dalam
membawakan argumentasi “menyerang musuh” sehingga musuh tidak berkutik
lagi.
> Penelaahan yang luas pada sebuah
obyek penulisan. Dengan jelas, hal ini terbukti pada
penulisan sebuah kitab, Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir membaca lebih dari
tiga ratus bahan yang terdiri dari kitab dan makalah seputar obyek
pembahasan.
> Ciri khas yang terakhir terletak
pada kekuatan beliau dalam mematahkan argumentasi “musuh”.
Meskipun
beliau sangat sibuk dalam berdakwah, namun beliau masih menyempatkan
waktu untuk mendidik anak-anak beliau yang berjumlah tiga orang.
Ibtisam,
anak tertua mengisahkan, “Ayah sudah menanamkan pada hatiku
kecintaan kepada aqidah Islamiyyah dan membaca kitab-kitab salaful
Ummah. Pernah beliau mengajakku ke sebuah seminar dan ceramah-ceramah
dan menyuruhku untuk berceramah supaya aku terbiasa berbicara di depan
orang
Tulisan-tulisan beliau lebih banyak berkutat pada “penyerangan”
terhadap firqah-firqah sesat, baik yang berskala lokal (di pakistan
saja) maupun yang berskala internasional, seperti Qadiyaniyah
(Ahmadiyyah), Syi’ah, Babiyah, Bahaiyyah, Sufiyyah. Beberapa contoh
firqah yang beliau angkat dalam sebuah tulisan, sebagian sudah
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
KEMATIANNYA
YANG INDAH...
Beliau senantiasa menyibukkan diri
dengan dakwah sampai akhirnya Allah menentukan takdir ajalnya.
Hari
itu, Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir mendatangi suatu pertemuan ilmiah para
ulama yang diselenggarakan oleh Jum’iyyah Ahli al-hadits di Lahore
pada tanggal 23-7-1407 H. Dihadiri oleh 2000 peserta. Malam
sudah larut, tepatnya jam 23.00.
Pada saat itu, Syaikh
Ihsan Ilahi Zhahir maju untuk mengutarakan ceramahnya di atas podium.
Setelah 22 menit berceramah, tiba-tiba sebuah bom meledak dari bawah
panggung. Sembilan orang tewas seketika, 114 orang cedera berat dan
ringan. Beberapa gedung dan rumah yang berdekatan dengan tempat
kejadian runtuh. Sementara syaikh terlempar sekitar 20 meter dari
tempatnya. Bagian tubuh kiri beliau mengalami luka parah, namun beliau
masih sadar. Bahkan berusaha untuk meneruskan pembicaraannya.
Beliau
dibawa menuju rumah sakit di Lahore. Akhirnya dengan rekomendasi Syaikh
bin Baz kepada Khadimul Haramain Raja Fahd, pihak
kerajaan Saudi siap untuk mengambil alih pengobatannya. Begitu sampai
di kota Riyadh, para ulama, para pejabat negara menyambut kedatangan
beliau. Beliau dirawat di rumah sakit militer. Para dokter memutuskan
agar kaki beliau diamputasi, tetapi Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir
menolaknya. Dan pada hari Senin pagi jam 04.00, tanggal 1 Sya’ban 1407
H, bertepatan dengan tanggal 30 Maret 1987, Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir
menghembuskan nafasnya yang terakhir.
.......
Kesedihan
menyayat masyarakat Riyadh...
Pada hari itu, sekolah-sekolah
diliburkan...
Demikian juga toko-toko di dekat masjid al-Jami’
al-Kabir ditutup...
Orang-orang berdesakan menshalati Syaikh
Ihsan Ilahi Zhahir dengan dipimpin oleh Sang guru tercinta Syaikh bin
Baz.
Sementara itu, masyarakat di tiga kota di Pakistan,
yaitu Islamabad, Lahore dan Karachi menutup tempat-tempat perniagaan
mereka, lantaran kesedihan yang mendalam atas meninggalnya sang mujahid.
Setelah
itu, jenazah diterbangkan ke kota Madinah untuk dishalatkan di masjid
Nabawi dan selanjutnya dimakamkan di Baqi. Sambutan masyarakat
Madinah begitu antusias. Para ulama, mahasiswa dan masyarakat Madinah
turut berduka cita atas meninggalnya Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir yang
menjadi musuh besar Syi’ah setelah Syaikh Muhibuddin al-Khathib
meninggal.
......
Sebuah kematian yang
indah setelah mengisi usia dengan perjuangan dan pengorbanan demi
Islam di berbagai negara. Dr. Luqman as-Salafi menyatakan beliau
seolah-olah bagaikan pembela bagi Islam.Sehari sebelum peristiwa
meledaknya bom, beliau sedang duduk dalam acara debat yang berlangsung
selama 6.30 jam dengan pihak-pihak yang meminta penetapkan Fiqih
Hanafi Ja’fari dengan fiqih-fikih yang lain. Beliau menjawab, “Kami
tidak menginginkan sebuah pengganti bagi al-Qur'an dan as-Sunnah”.
Nampak dalam perdebatan ini, bahwa Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir sangat
kuat pendiriannya dalam membela al-Haq. Hingga, kemudian pada hari
kedua, para hakim memutuskan hasil sidang bahwa kebenaran berada di
pihak Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir.
Kegigihan beliau
membasmi firqah-firqah sesat melalui tulisan maupun ceramah-ceramah
sangatlah kentara. Akibatnya beliau mengalami beberapa kali percobaan
pembunuhan. Intimidasi ancaman bunuh via telepon ataupun surat sudah
biasa beliau terima. Di Amerika, bahkan beliau pernah mengalami
percobaan pembunuhan atas dirinya.
Ayatusyaithon Khoemini pemimpin Syiah di Iran pernah pula membuat maklumat yang isinya
“Barangsiapa yang dapat membawa kepala Ihsan (Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir) niscaya ia akan mendapatkan 200 ribu dolar”.
Ada juga yang mengatakan,
“Siapa saja yang berhasil membawa kepala Ihsan, ia adalah orang yang syahid”.
Beliau juga
pernah terkena tembakan peluru. Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir menyadari
pilihan beliau dengan menghabiskan usia untuk berdakwah, terutama
dalam usaha mengoreksi golongan-golongan yang sesat, akan
menghantarkan pada kesibukan yang luar biasa dan ancaman bahaya.
Begitu pula segala jenis intimidasi diatas, lantaran kegigihan beliau
dalam mengoreksi penyimpangan-penyimpangan golongan-golongan yang
mengklaim diri sebagai bagian dari Islam, namun ternyata jauh panggang
dari apinya.
Adapun pujian-pujian kepada beliau secara
otomatis muncul langsung dari ulama-ulama yang pernah mengenalnya.
Sebagai misal, pujian yang datang dari Syaikh bin Baz, beliau
mengatakan, “Ia adalah orang yang sangat baik. Kami mengenalnya
sarat dengan ilmu dan keutamaan, aqidahnya bagus. Semoga Allah
mengampuninya”.
Meskipun Syaikh Ihsan Ilahi
Zhahir telah pergi meninggalkan dunia fana, tetapi buku-buku beliau
masih saja menjadi musuh abadi bagi golongan-golongan yang dahulu
diserang.
Semoga Allah menerima amal kebaikan Syaikh
Al Allamah Al Muhaddits Dr Ihsan Ilahi Zahir dan
menempatkan beliau di surga yang paling tinggi.
(diringkas dari kitab asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir, Manhajuhu wa
Juhuduhu fi Taqribi al-‘Aqidah wa ar-Raddi ‘ala al-Firaqi adh-Dhallah,
karya Dr. ‘Ali bin Musa az-Zahrani, Daru al-Muslim, Riyadh. Cet-1 th.
1425 H/2004, sebuah thesis dari jurusan ‘Aqidah Universitas Ummul
Qura’)
Disalin dari Majalah as-Sunnah, “Baituna” Rubrik
Syakhshiyah . Edisi 01/tahun X/1427 H/2006. hal. 08-10.
====================
1
Dirasat fi at Tashawwuf, karya beliau hal. 12
2 Mengungkap
kerusakan Ahmadiyah
3 At-Tashawwuf, al-Mansya’ wal al-Mashadir,
hal. 8
Dikutip dgn beberapa perubahan
http://habibieihsan.blogspot.com/2011/08/kematian-yang-indah-syaikh-ihsan-ilahy.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Syukron telah berkomentar