Selama
ini kita mengetahui Jalaluddin Rakhmat sebagai salah satu tokoh
penyebar ajaran Syiah di Indonesia sudah bergelar “Professor”
sebagaimana yang kita kenal selama ini dari yang kita baca dan lihat di
media massa, di antaranya:
Harian
Fajar, tgl 28 Februari 2008, tulisan Supa Atha’na, Direktur Iranian
Corner UNHAS, tentang “Madzhab Akhlak dan Cinta” catatan kecil untuk
menyambut Munas III IJABI
Harian Fajar, tgl 25 Januari 2009, Wawancara wartawan Fajar, Akbar Hamdan, dengan Jalaluddin Rakhmat
Harian Tribun Timur, tgl 17 Juli 2011, Headline halaman pertama tentang “Ulama Sulsel Tolak Kang Jalal Doktor di UIN”
Harian
Tribun Timur, tgl 19 Juli 2011, klarifikasi dari ketua IJABI Sulsel
Syamasuddin Baharuddin mengenai Jalaluddin Rakhmat yang membantah
menghalalkan Nikah Mut’ah dan membantah kafirkan sahabat Nabi
Harian Fajar 26 Februari 2011, laporan hasil Dialog Sunni-Syiah di UIN Alauddin
Harian
Fajar 27 Februari 2011, berita tentang Diskusi Masyarakat Madani yang
diselenggarakan oleh beberapa pihak, salah satunya IJABI Sulsel dan
Jalaluddin Rakhmat sebagai salah satu pembicaranya
Dialog
Sunni-Syiah, 24 Februari 2011 antara IJABI dan LPPI, di UIN Alauddin
Makassar, Jalaluddin Rakhmat mewakili IJABI, dalam spanduk tertulis
"Prof. Dr. KH. Jalaluddin Rakhmat, M.Si", namun selama berjalannya
dialog Jalaluddin Rakhmat tidak merevisi kepada panitia agar gelar yang
disandangkan pada namanya dihapus karena dia belum memperoleh gelar
Professor.
Dari
semua data-data di atas, baik koran ataupun video dialog sunni-syiah,
Jalaluddin Rakhmat diperkenalkan dengan gelar “Professor”. Gelar
“Professor” yang bergengsi itu tidaklah mudah diperoleh, untuk
mendapatkannya butuh pengorbanan tenaga, waktu dan pikiran. oleh
karenanya kami ingin mengklarifikasi gelar tersebut kepada Universitas
Padjadjaran Bandung tempat Jalaluddin Rakhmat “memperoleh” gelar
tersebut, berikut Surat LPPI Perw. Indonesia Timur ke Universitas
Padjadjaran.
Setelah
menunggu kurang lebih dua bulan akhirnya surat kami dibalas langsung
oleh Rektor Universitas Padjadjaran dengan menjelaskan sebagai berikut:
1. Bapak Jalaluddin Rakhmat, belum memiliki gelar Guru Besar di Universitas Padjadjaran
2. Untuk gelar doktor (Dr), secara administratif kami belum menerima ijazahnya
Kalau
boleh, kami tanya kepada Jalaluddin Rakhmat, “Kenapa anda tidak
mengklarifikasi ‘pemberitaan salah’ tersebut dan seakan-akan anda
tenang-tenang saja dengan semua itu?! atau apakah pemberitaan salah itu
digunakan sebagai alat dan kendaraan untuk melegitimasi ajaran SYIAH
yang anda sebarkan?!!”.
Mungkin
ini didasari dari ajaran Syiah yang membolehkan bertaqiyah (berbohong),
di mana dikatakan dalam kitab-kitab rujukan Syiah;
Ja’far
Ash Shadiq: “Jikalau kamu mengatakan bahwa yang meninggalkan taqiyyah
itu seperti orang yang meninggalkan shalat, maka kamu benar!” (Man Laa
yahdhuruhul Faqih, Ibnu Babawaih, juz 2 hal 80)
Al
Baqir: “Sesungguhnya 9/10 agama merupakan taqiyyah. Tidak ada agama
bagi yang tidak mengamalkan taqiyah!” (Ushul al Kafi, al Kulaini, juz 2
hal 217)
Ibn
Babawaih al Qummi: “Bertaqiyyah itu wajib, tidak boleh ditinggalkan
sampai munculnya al Qa’im (Imam mahdi), maka siapa yang meninggalkannya
sebelum munculnya al Qa’im maka ia telah murtad dari agama Allah Ta’ala,
murtad dari agama Imamiyah, dan juga menyelisihi Allah, Rasul-Nya dan para Imam !” (al I’tiqadaat, Ibn Babawaih al Qummi, hal 114-115)
Inilah
dia gambaran keyakinan seseorang yang ditopang dengan taqiyah, oleh
karena itu melalui data-data ini kami mengajak pembaca sekalian agar
berhati-hati dengan sekte ini. Kita bersyukur kepada Allah subhana wa
ta'ala yang menjadikan kita berada di atas agama Islam yang menjunjung
tinggi kejujuran.
Sumber: (LPPIMakassar.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Syukron telah berkomentar