Perayaan hari velentine adalah jelas dilarang dalam Islam karena banyak hal, baik merayakan kematian pendeta kafir, tasyyabbuh/ menyerupai orang kafir dan fasik dan membuat hari raya/‘ied yang baru serta dalil logika yang tidak sesuai seperti mengungkapkan cinta kok hanya satu hari saja, membuang-buang harta dan lain-lain.
Dan yang lebih parahnya lagi hari valentine adalah hari “panen dan
menuai hasil” bagi para laki-laki hidng belang, serigala berjubah domba,
bertingkah kelinci dan bersifat lumba-lumba. Laki-laki pengecut seperti
ini memanfaatkan momen yang mungkin di tunggu-tunggu setelah sebelumnya
berusaha menanam sedikit tetesan cinta ke dalam ramuan peluruh hati
wanita yang bahan utamanya adalah “pengorbanan laki-laki”. Ramuan
tersebut disempurnakan dengan sentuhan akhir di momen yang tepat yaitu
bersemaikan butir coklat velentine dan berhias sepenggal syair ungkapan
cinta abadi nan palsu. Dengan kodrat titik lemah wanita akan pujian dan
perhatian,maka melangitlah setinggi-tingginya wanita tersebut yang
sejatinya nanti akan dihempaskan ke dalam karang bumi yang terbawah.
Semakin melangit semakin meninggi, semakin keras terhempas dan semakin
dalam terperosok terkubur dalam magma bumi. Jika saja yang kaku
terhempas kemudian ditoleh, tetapi ia tergeletak terbengkalai, terbujur
kaku dan hanya terlewati oleh serangga dan melata kecil yang sekedar
lewat mengais penyambung hidup.
Sungguh ironis mendengar berita di media, mendekati hari valentine,
produksi kondom meningkat, dan berita tahun lalu pada pagi harinya
setelah malam valentine ditemukan banyak sampah kondom. Yang baru-baru
ini berita bahwa coklat valentine dijual satu paket dengan kondom.
Katanya karena valentine adalah hari cinta dan pembuktian kasih sayang,
dan ironisnya lagi ini ada dipikiran baik laki-laki dan wanita, tetapi
apakah pembuktian cinta yang bukan sesungguhnya dibuktikan dengan
berhubungan badan? Atau dibuktikan dengan melepaskan keperawanan?
Pembuktian cinta sejati hanya dengan menikah
Jika ada mengakui mencinta tetapi tidak menikahi atau segera menikahi
maka itu semua hanya cinta kasih yang menjelma saja dalam pandangan
mata yang berfatamorgana. Walaupun yang diumbar adalah sajak romantis
yang mengalahkan merdu kicauan burung, walaupun sentuhan sayang yang
dibelai mengalahkan tetesan embuh dan walaupun buah tangan yang diberi
adalah rangkaian melati bersanggul jelita. Semuanya tanpa pernikahan
adalah semi palsu bahkan tipu daya.
Mengapa? karena orang yang paling mengetahui hakikat pembuktian cinta mengatakan bukti cinta adalah menikah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لم ير للمتحا بين مثل النكاح
“Tidak diketahui [yang lebih bermanfaat] bagi dua orang yang saling mencinta semisal pernikahan” [HR. Ibnu Majah no. 1847, Al-Hakim 2/160, Al-Baihaqi 7/78 dishahihkan oleh Al-Albani dalam As- silsilah As-shahihah no. 624]
Ulama pakar hati Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu berkata,
وقد اتفق رأي العقلاء من الأطباء وغيرهم في مواضع الأدوية
أن شفاء هذا الداء في التقاء الروحين والتصاق البدنين
“Sungguh para dokter dan yang lainnya bersepakat dalam pandangan orang-orang yang berakal mengenai pengobatan, bahwa obat dari penyakit ini [mabuk cinta] adalah bertemunya dua ruh dan menempelnya dua badan [yaitu menikah]”. [Raudhatul Muhibbin hal. 212, Darul Kutub Ilmiyah, Beirut, 1403 H, Asy-Syamilah]
Sekali lagi, pembuktian cinta hanya dengan menikah!
Cinta prematur dan cinta lelehan lilin
Sebagian manusia terpedaya dengan cinta prematur, cinta yang belum
takdir waktunya untuk diturunkan dari langit. Akan tetapi nafsu
merenggut dan menarik paksa sehingga ia turun tertatih, cinta seadanya
yang dipaksakan bertahan hidup. Atau mungkin akan lenyap dalam beberapa
saat karena ia lahir sebelum garis batas waktunya yaitu pernikahan.
Cinta yang diumbar adalah cinta seumur hidup, padahal ikatannya masih
belum mempuyai simpul dan tidak jelas. Cinta yang dikira tulus kepada
diri dan jiwanya padahal ia hanya cinta kepada kecantikan rupa, hanya
cinta pada harta dan kedudukan. Ketika kecantikan bersaing kuat berlomba
dengan usia, maka kecantikan perlahan menyerah. Ketika hilang
kecantikan, hilanglah cinta, kemana lagi rayuan yang dulu, kemana lagi
buah tangan yang dulu, kemana lagi roman picisan. Apakah telah meleleh
lebih cepat dari lelehan lilin yang membakar lenyap diri sendiri?
Mereka mengatakan cinta seumur hidup? Walupun benar, Jika umur
telah menjadi perkara malaikat maut, maka usailah cinta, hanya sekedar
menjadi sejarah di dunia yang sebentar lagi dilupakan oleh orang-orang
karena episode generasi selanjutnya sudah menunggu. Karena semua yang
ada di dunia ini adalah akan sirna, termasuk cinta yang hanya mentok
dengan cita-cita ujung dunia saja. Allah Azza wa Jalla berfirman,
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” [Ar-Rahman: 55]
Dan bisa jadi jika orang yang saling mencintai di dunia tanpa
landasan cinta Allah akan menjadi saling bermusuhan di akhirat, Allah Azza wa Jalla berfirman,
الأَخِلاَّء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ. الزخرف
“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari
itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertaqwa.” (Az Zukhruf: 67)
Duhai para wanita dan insan yang mencari cinta, apakah ini cinta yang
engkau cari? Cinta yang berumur sehari saja? Atau berumur semalam di
malam valentine?
Apakah dan bagaimana cinta yang sejati?
Cinta sejati adalah cinta yang terus menghujam tertancap kuat,
tidakkan kecut dengan gelegar halilintar, tidakkan tergeser sejengkal
tanah dengan air bah banjir dan tidak mudah berterbangan dengan hujan
badai. Ialah cinta sejati karena Allah mencintai seseorang karena ia
mencintai Allah. Inilah cinta sejati, cinta yang takkan lenyap, tetap
berangkulan di dunia dan berlanjut bersanding di surga akhirat tanpa
gangguan cemburu bidadari.
Cinta sejati karena Agama dan akhlaknya. Jika kecantikan masa muda
mulai melambaikn tangan, kekuatan tubuh mulai melepas genggamannya akan
tetapi agama dan akhlak mulai semakin mendekap erat dan cinta tetap
bersemayam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ،
وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه
“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia
merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai
dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan
ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan
dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran
api.” (Muttafaqun ‘alaih)
Renungkan ringkasan kisah berikut, maka cinta yang sesungguhnya bukan
karena kecantikan, harta dan kekayaan, tetapi cinta karena Allah.
Sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu ketika
bepergian ke Syam untuk berdagang. Di tengah jalan, ia bertemu seorang
wanita berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila bintu Al
Judi. Iapun jatuh cinta sampai tahap terkena penyakit mabuk cinta. Ia
sering menyebut-nyebut mama Laila dan mengarang beberapa syair. Ia sejatinya merana karena cinta.
Khalifah Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu merasa kasihan kepadanya. Kemudian umar berkata kepada panglima perang yang akan berperang ke Syam,
قال لصاحب الجيش إن ظفرت بليلى بنت الجودي عنوة
فادفعها الى عبد الرحمن بن أبي بكر
“jika engkau menang dan mendapatkan Laila bintu Al-Judi sebagai
tawanan [menjadi budak], maka serahkanlah kepada Abdurrahman bin Abi
Bakar”
فظفر بها فدفعها الى عبد الرحمن وأعجب بها وآثرها على نسائه
حتى شكونه إلى عائشة فعاتبته على ذلك ا
“maka Laila bintu Al-Judi menjadi tawanan perang dan diserahkanlah
kepada Abdurrahman bin Abi Bakar, dan Abdurrahman bin Abi Bakar lebih
mendahulukan [cintanya] dibandingkan istri-istrinya yang lain. Maka
istrinya yang lain mengadu kepada Aisyah [saudara Abdurrahman bin Abi
Bakar], tetapi teguran Aisyah dibalas olehnya, Abdurrahman berkata,
فقال والله كأني أرشف بأنيابها حب الرمان
“Demi Allah, seakan-akan aku mengisap gigi-giginya yang bagaikan biji delima”[ia sangat menikmmati kecantikan dan kemolekan Laila bintu Al-Judi]
فأصابها وجع سقط له قواها فجفاها حتى شكته إلى
Tak lama kemudian Laila bintu Al-Judi tertimpa penyakit yang
menyebabkan bibir bawahnya terjatuh [wajahnya menjadi jelek], maka
Abdurrahman sering berbuat kasar kepadanya [tidak cinta lagi], kemudian
Laila bintu Al-Judi mengadu kepada Aisyah maka Aisyah berkata,
فقالت له عائشة يا عبد الرحمن لقد أحببت ليلى فأفرطت
وأبغضتها فأفرطت فإما أن تنصفها وإما أن تجهزها إلى أهله
“Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan
dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam
membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil
kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus 35/34 oleh Ibnu ‘Asakir, Darul Fikr, Beirut, 1419 H, Asy-Syamilah]
Catatan:
Seperti inilah akhir cinta hanya karena kecantikan saja, maka
perhatikanlah wahai para wanita apakah laki-laki mencintaimu hanya
karena kecantikan saja? Atau ia tertarik dengan agama dan akhlakmu? Yang
perlu diperhatikan juga bahwa kita tidak boleh mencela sahabat
Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anha, karena ada
larangan mencela sahabat, setiap orang pasti punya kesalahan, sahabat
juga ada yang membunuh dan ada juga yang berzina, tetapi kita tahan
lisan supaya tidak mencela mereka. Para sahabat sangat banyak jasanya
terhadap Islam, bahkan ia lebih baik dari orang yang mencelanya. Mereka
juga ada sudah bertaubat dari dosa-dosa mereka, seperti Umar bin Khattab
yang dulu mengubur hidup-hidup bayi perempuannya, dan sahabat yang
dulunya kafir dan memerangi keras Islam seperti Khalid bin Walid dan Abu
sufyan. Mereka semua sudah bertaubat dan menjadi lebih baik.
Sumber: http://muslimafiyah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Syukron telah berkomentar