By
: Abu Muhammad Abdullah Al-Munawy
(Mantan Ketua Umum UKM LDM AL-ADAAB FIB Unhas)
Ada sebuah ungkapan bijak menyatakan
bahwa “Janganlah engkau menjadi keledai yang jatuh dalam lubang yang sama
berkali-kali”. Mungkin kalimat ini yang mewakili harapan kami tentang mahasiswa
Unhas di tahun 2012 ini. Kiranya memori kelam di tahun sebelumnya tidak kembali
terulang di tahun ini. Mari kita menguak sejarah tahun sebelumnya, karena para
ahli sejarah mengatakan “ Sejarah bukan hanya sekadar masalalu namun sejarah
bisa menjadi pedoman untuk masa depan.
Cukup banyak catatan yang mestinya
menjadi bahan muhasabah bagi pada mahasiswa selama tahun 2011 yang lalu.
Khususnya yang beragama Islam. Sungguh miris dan menyayat hati rasanya ketika
beberapa saat setelah terjadi tawuran di Unhas tahun lalu, kami mendengarkan
ungkapan dari seorang ustadz “ disaat kampus-kampus lain yang ada di Jawa
sedang asyik-asyiknya merancang berbagai macam karya, mahasiswa Unhas masih
disibukkan dengan tawuran “.Tamparan telak kiranya yang terjadi bagi mahasiswa
secara umum bukan hanya di Unhas tapi juga di UMI, UNM, dan kampus-kampus lain.
Penyebabnya pun beragam, ada pertikaian antar fakultas, demonstrasi yang
berujung bentrok, provokasi dari pihak atau golongan tertentu yang tidak
bertanggung jawab, dan lain-lain.
Ya, tawuran mahasiswa yang berulang
kali terjadi di beberapa kampus di Makassar khususnya di Unhas adalah
bukti dan cerminan kongkrit bahwa masih banyak yang salah dengan pendidikan moral
mahasiswa apalagi kebanyakan dari pelakunya adalah muslim. Tentu saja banyak
pihak yang mesti bertanggung jawab dengan kasus-kasus memalukan dan memilukan
seperti ini. Anehnya, sampai saat ini masih banyak para mahasiswa dan civitas
akademika secara umum yang belum peka melihat apa sebenarnya yang menjadi akar
masalahnya dan sedikit mencari solusi tuntas untuk mengakhiri episode-episode
dari drama tawuran yang menjadi tradisi mahasiswa. Mari kita telisik lebih jauh
tentang kondisi mahasiswa, birokrasi, pendidik, maupun apa sebenarnya metode
ampuh sebagai solusi dari segala masalah yang ada.
Mahasiswa sebagai isu sentral dari
tawuran yang mengklaim diri sebagai “Agent of Change” hendaknya meng-install
ulang pemikiran selama ini, dari berbagai sisi seharusnya kita lebih banyak
merenung dan berpikir dewasa, paling tidak ada 2 pertanyaan mendasar yang
mengganjal dalam hati dan pikiran kita yang semestinya merasuk jauh dalam
relung hati kita. Yang pertama, apakah semua masalah mesti kita selesaikan
dengan mengedepankan emosi sesaat yang memicu tawuran apalagi hanya masalah
sepele?. Pertanyaan kedua, tidak malukah kita dengan orang tua, sahabat,
dosen-dosen kita, atau mahasiswa dari kampus lain dengan pemberitaan media yang
menyudutkan kita? Sebagai mahasiswa yang masih punya hati nurani mestinya
terhentak mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti ini.
Untuk menjawab hal tersebut bisa kita
awali dengan merenungi apa yang kita lakukan selama ini, salah satunya dari
lemahnya sisi pengaderan dan rasa persaudaraan antara kita sesama mahasiswa
yang kita ditakdirkan oleh Allah berada di Fakultas yang berbeda baik secara
kelembagaan maupun bidang ilmu yang kita geluti. Padahal pada hakikatnya, kita
sama-sama sebagai makhluk Sang Pencipta apalagi kita sesama muslim yang
diperintahkan untuk saling menyayangi satu dengan yang lain dan bermusyawarah
untuk menyelesaikan persoalan. Agaknya nasihat yang juga kami peruntukkan
kepada kami sendiri ini terlalu ‘ galau dan lebay’ bagi sebagian
kalangan tapi seperti inilah solusi yang akan kami tawarkan dan diajarkan oleh
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam.
Pengkaderan selama ini terbukti
melahirkan semangat-semangat individualis dan arogansi bak zaman jahiliyah
sebelum kedatangan agama Islam yang dimana mereka bangga dengan sukunya
masing-masing yang rela menumpahkan darah bahkan mati untuk hal tersebut. Ya
mati konyol istilahnya. Itulah yang menjadi penyakit mahasiswa. Tiap fakultas
bukannya saling berkompetisi menunjukkan prestasi masing-masing dari sisi
akademik, olah raga atau semisalnya namun malah prestise dan “Organizational
Egoism” yang ditonjol-tonjolkan. Ada masalah yang tadinya bisa diselesaikan
dengan kepala dingin melalui budaya konfirmasi dan diplomasi, namun sungguh sangat
disayangkan malah pikiran instan yang berunjuk pada tawuran yang dipandang
sebagai solusi ‘jantan’ untuk menuntaskan masalah. Apakah kita tidak pernah
membaca sejarah, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dilempari oleh
seorang kafir Quraisy dengan kotoran, batu, sampai meludahi beliau ketika
beliau mendakwahkan Islam, Rasulullah tidak membalasnya dengan hal yang sama,
malah yang menakjubkan, ketika orang kafir Quraisy tadi sakit, maka Rasulullah
Muhammad Shallallhu ‘alaihi Wasalam-lah yang pertama kali menjenguknya sampai
orang tersebut akhirnya masuk Islam karena terkesan dengan mulianya akhlak
Rasulullah. Adakah kita mengambil pelajaran dari semua itu? Sekarang, apalah
gunanya wahai kawan-kawan kita membentuk Forum-forum di kampus kalau bukan kita
gunakan sebagai sarana persaudaraan dengan lembaga fakultas lain atau
Organisasi mahasiswa lainnya atau paling minimal bisa menjadi wadah untuk
menyelesaikan masalah-masalah sepele yang membutakan mata hati kita selama ini.
Di samping itu, jika kita telisik lebih
jauh lagi, ternyata pihak birokrasi kampus juga ketar ketir dan dibuat ‘malu’
dengan ulah mahasiswanya sendiri. Bahkan di Unhas, pihak kampus rela bertebal
muka dengan mendatangkan pihak kepolisian layaknya Densus 88 yang akan
meringkus para teroris. Begitulah resiko pemimpin, setiap ada masalah yang
menimpa bawahan kita atau yang kita pimpin, kita sendiri yang akan kebakaran
jenggot mempertanggung jawabkannya secara moral maupun secara lembaga. Sama
halnya ketika ada mahasiswa yang bocor kepalanya atau bahkan sampai tewas, maka
orang tua kita dikampung yang pertama kali sedih mendengarnya.
Bagi kami, apa yang dilakukan
oleh birokrasi kita selama ini sebenarnya sudah cukup maksimal namun perlu
ditingkatkan. Beberapa kali para pengurus BEM, HIMPUNAN, dan UKM di kampus2
diundang untuk mengikuti Training-training motivasi, pengembangan Karakter,
atau forum2 ilmiah lainnya. Suatu cara yang cukup efektif tapi perlu
ditingkatkan frekuensinya. Namun, sekali lagi tidak cukup sampai disitu, perlu
ada upaya yang lebih komprehensif. Salah satunya dengan membuat aturan yang
tegas terkait pengaderan mahasiswa. Kalau perlu istilah pengkaderan dirubah
menjadi istilah pembinaan dan item-item pembinaanya betul-betul difokuskan pada
pembinaan akhlak dan moral.
Tentunya, atmosfir pengembangan
karakter,akhlak, dan moral di kampus-kampus tidak cukup hanya didengungkan
dalam skala universitas, namun mesti diupayakan sampai skala fakultas bahkan
sampai tingkat jurusan. Insya Allah lebih efektif. Tentunya juga perlu diawali
dari perubahan karakter para birokrat dan dosen-dosen dimasing-masing fakultas.
Kalau para birokrasi dan dosen-dosenya punya karakter terbaik, tentu
mahasiswanya juga belum tentu baik. Ya itulah anehnya mahasiswa zaman sekarang,
anekdoknya ‘walaupun malaikat yang mendidik, tidak akan berubah”. Walupun kami
juga sepakat sebenarnya dengan anekdok tersebut. Lagi-lagi butuh kesadaran iman
dan perbaikan akhlak yang mengakar yang muncul dari pribadi-pribadi mahasiswa
sendiri. Disinilah pentingnya pembinaan iman dan taqwa.
Kepada para aktivis kampus terlebih
pengusung dakwah kampus yang selama ini dikenal idealis dan ideologis, bukankah
kejadian-kejadian yang menimpa kampus kita di tahun-tahun sebelumnya
membuktikan dan membuka mata kepala dan hati kita bahwa selama ini dakwah kita
belum maksimal atau bahkan bisa dikatakan gagal?? Apakah masih masuk akal
ketika hanya sistem kita sudah bagus lantas moral mahasiswa juga bagus. Tentu
saja jawabannya belum tentu. Sudah saatnya di tahun 2012 ini dan tahun-tahun seterusnya
pembinaan keimanan dan akhlak sebagai poros utama perjuangan mahasiswa muslim
apalagi yang mengaku aktivis dakwah kampus, Tidak perlu muluk-muluk, bayangkan
saja ketika saudara-saudara kita sudah mengetahui hakikat dirinya sebagai
ciptaan Yang Maha Kuasa, Allah Subhanahu Wata’ala apalagi ada ukhuwah islamiyah
yang menyatukan hati-hati kita, rasanya kita tidak akan tega ikut-ikutan
mengangkat batu dan busur untuk membidik dan mencelakakan saudara kita. Itulah
yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya yakni tarbiyah ruhiyah
(penyucian jiwa dan keimanan), tarbiyah tsaqafiyah (pemahaman ilmu syar’i), dan
tarbiyah jasadiyah (pembinaan fisik untuk menguatkan punggung kita dalam
mengusung kebenaran hakiki), mudah-mudahan ditahun ini dengan diilhami oleh akhlak
yang mulia yang dicontohkan oleh idola kita Rasulullah Shallahu ‘alaihi
wasallam dan dukungan semua pihak tentunya, kita semua mahasiswa lebih tahu
diri dan memanfaatkan waktu kuliah yang singkat untuk menghasilkan karya-karya
yang terbaik. Allahu Akbar, Wallahu a’lam bisshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Syukron telah berkomentar